![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUSrewcyEdRBoBL9P3stGuAH2ra8pvgmJlreP2-whhGa7AoO5GxgdqUqlobsGuQV0LYwU15wHlJaMUZTh_m9yjtVOaVOu3V5LMlx8xbrWwtrMEst2ltKMx0XYHlzAjjmlYzY4e3ktBvhEr/s400/diniyah.jpg)
Madrasah Diniyyah umumnya dikenal dikalangan masyrakat pedesaan, yang mana waktu pembelajaran dimulai pada waktu siang hari atau sore hari sebagai tambahan pembelajaran ilmu agama. Madrasah diniyah kebanyakan hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama seperti; Nahwu, Shorof, Tajwid, Tarikh, Fikih, Akhlak, Tasawuf, Balagah, dan ilmu-ilmu lainnya yang mana pelajaran tersebut tidak terdapat dalam sekolah-sekolah formal pada umumnya.
Umumnya siswa-siswi yang bersekolah pada sekolah-sekolah Negeri non-Madrasah tidak diajarkan ilmu-ilmu seperti diatas. Porsi pelajaran agama lebih sedikit dibanding dengan porsi pelajaran agama di Madrasah Diniyyah.
Sebenarnya sebagai seorang muslim wajib hukumnya belajar ilmu agama. Dimana muara dari hasil ilmu agama tersebut adalah untuk dapat memahami isi dan kandungan Al-Qur'an serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks menuntut ilmu semua wajib baik itu ilmu berbasis agama maupun ilmu pengetahuan yang lain. Disini bukan kami ingin mendikotomi berbagai ilmu, namun porsi keduanya ini haruslah seimbang.
Banyak sekali anggapan masyarakat secara tersirat "memandang sebelah mata" pendidikan di madrasah diniyyah. Mereka lebih mementingkan pembelajaran formal yang lebih menjanjikan bagi masa depan anak-anaknya kelak. Bahkan mereka lebih bangga jika anak-anak mereka diterima di sekolah-sekolah negeri favorit, ketimbang masuk pada sekolah berbasis madrasah.
Paradigma yang demikian sungguh kurang tepat bagi perkembangan psikologis anak. Anak menjadi mudah beranggapan bahwa pendidikan pada sekolah-sekolah berbasis pengetahuan umum lebih menjanjikan bagi masa depan mereka. Bersekolah bukanlah untuk menentukan kelak mereka akan bekerja dimana? gajinya berapa? kendaraannya apa?
Anggapan tendensius ini lebih mengarah kepada masa depan pekerjaan mereka. Dimana jika mereka dapat lulus pada sekolah formal favorit dengan nilai terbaik, maka mereka akan mudah mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Tujuan sekolah tak lain adalah untuk mencerdaskan anak bangsa, atau dalam bahasa lainya adala menghilahkan kebodohan. Dengan belajar hidup akan lebih terarah. Ilmu yang didapatkan adalh sebagai pembimbing dalam kehidupan sehari-hari.
Madrasah Diniyah yang memang bukan merupakan sekolah formal ini memiliki keunggulan di bidang ilmu agama sebagaimana diatas. Pengajaran di madrasah diniyyah hampir sama dengan pengajaran di pondok pesantren. Dimana sisi akhlakul karimah disini lebih ditekankan dalam perilaku anak sehari-hari.
Perilaku santri di madrasah diniyyah haruslah mencerminkan perilaku junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang mana beliaulah Uswah hasanah bagi kita dalam bergaul di masyarakat.
Dalam perilaku seorang santri di madrasah diniyyah diajarkan bagaimana perilaku bergaul dengan orang yang lebih tua, bergaul dengan orang seumur, dan bergaul dengan orang yang lebih muda. Pola perilaku inilah yang kadang "diabaikan" pada pendidikan yang lain. Dimana seorang anak haruslah bersikap tawadlu' (sopan santun, red.) terhadap orang yang lebih tua. Bersikap kasih sayang terhadap yang muda ataupun yang seusianya.
Selain itu pergaulan dengan teman-teman sekitar juga sangat diperhatikan. Dimana pergaulan yang baik tentu dicerminkan terhadap orang-orang yang berbudi baik. Pergaulan dengan orang-orang yang berperilaku tidak baik, sebaiknya kita hindari. Namun, jika kita mampu untuk membimbing kearah yang baik tentu ini menjadikan ibadah bagi kita.
Madrasah diniyyah merupakan kawah condrodimuko bagi santri yang ingin memperdalam kajian Al-Qur'an. Dimana untuk memahami isi dan kandungan Al-Qur'an tidak cukup hanya dengan membuka Al-Qur'an terjemahan kemudian menelan mentah-mentah terjemahan tersebut.
Banyak disiplin ilmu untuk dapat memahami tafsir Al-Qur'an agar apa yang kita pahami sesuai isi dan kandungan Al-Qur'an yang benar.
Belajar sesuai prinsip Hadits adalah "mulai turun dari ayunan hingga ke liang lahat". Artinya belajar tidak ada kata terlambat. Sebelum ajal menjemput, kita masih perlu yang namanya belajar. Namun belajar tidak juga menunggu higga dewasa atau tua, karena hal ini akan sangat menyulitkan bagi diri kita sendiri.
Peran pemerintah sebagai stake holder di negeri ini haruslah mengayomi produk pendidikan yang ada di masyarakat. Bukan mengerdilkan dengan aturan yang dapat menggerus eksistensi madrasah itu sendiri.
Madrasah diniyyah merupakan produk masyarakat yang bagus dan bermanfaat. Dimana dengan adanya madrasah diniyyah anak menjadi bertambah pengetahuan agamanya. Selain itu menjadikan sisi religiusitas anak semakin meningkat.
Maka dari itu, dengan belajar di madrasah diniyyah berarti kita menyeimbangkan porsi ilmu yang kita miliki. Hal ini sesuai dengan prinsip "fid dunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah". Di dunia butuh ilmu pengetahuan agar tidak terkucilkan, di akhirat butuh ilmu agama agar selamat dari siksa api neraka.
Wallahu 'A'lam Bi Showab
0 Comments